Saturday 9 April 2016

SEJARAH SASTRA

A. PENGERTIAN SEJARAH SASTRA

          Sejarah sastra adalah salah satu bagian dari kajian ilmu sastra. Kata sejarah berasal dari bahasa Arab, sajarun yang berarti pohon. Pohon menggambarkan adanya akar, cabang, dan ranting yang memperlihatkan adanya proses susunan peristiwa secara kronologis.
Sejarah itu sendiri mempunyai arti yang sama, yaitu rekaman perjalanan kehidupan manusia dari masa lampau sampai masa-masa berikutnya.

          Karya sastra adalah salah satu bagian dari asset budaya suatu bangsa. Bangsa yang berbudaya adalah bangsa yang tidak hanya memiliki hasil karya sastra bangsanya, tetapi juga menghargai dan memberikan apresiasinya terhadap karya sastra sebagai hasil karya bangsanya itu.
Sejarah sastra Indonesia adalah bagian dari kajian ilmu sastra yang mempelajari kesusastraan Indonesia mulai munculnya kesusastraan Indonesia sampai masa-masa selanjutnya, dengan segala persoalan yang melingkupinya.

Sebagai contoh : Di akhir abad ke-20, terbit novel Saman karya Ayu Utami yang ‘menghebohkan’ dunia sastra Indonesia. Tahun 70-an terbit novel-novel Trilogi Iwan Simantupang, Merahnya Merah (1968), Ziarah (1969) dan Kering (1970) yang dianggap novel absurd, sarat filsafah, yang sulit dipahami, karena berbeda dengan pola-pola cerita pada novel-novel tahun-tahun sebelumnya. Jauh sebelumnya, pada tahun 40-an terbit novel Belenggu yang dianggap mengusik keindahan sastra dengan ‘menelanjangi’ kehidupan kaum elit yang diwakili oleh keluarga dokter Sukartono. Pada tahun 20-an, lahir novel Sitti Nurbaya yang sangat laris pada masa itu sehingga melampaui kelarisan novel-novel yang lahir sebelumnya seperti Azab dan Sengsara.


B. RUANG LINGKUP PENGKAJIAN SEJARAH SASTRA

Berdasarkan atas objek pengkajiannya, sejarah sastra mempunyai ruang lingkup yang cukup beragam. Keberagaman tersebut sebagai berikut.
1. Dari sudut perkembangan kesusastraan suatu bangsa, terdapat sejarah perkembangan kesusastraan berbagai bangsa di dunia. Seperti : sejarah sastra Indonesia, Jepang, Amerika.
2. Dari sudut perkembangan kesusastraan suatu daerah, ada sejarah sastra daerah. Seperti : Sastra Minangkabau, Sastra Aceh, Batak, dll.
3. Dari sudut perkembangan kebudayaan, ada sejarah sastra pada masa kuatnya kebudayaan tertentu. Seperti : sejarah sastra klasik, sejarah sastra zaman melayu.
4. Dari sudut perkembangan genre, jenis, atau ragam karya sastra. Seperti : sejarah perkembangan puisi, novel, cerpen.

Menurut A. Teeuw, masih banyak yang harus dilakukan oleh para peneliti sejarah sastra Indonesia. Pengkajiannya dapat bertolak belakang dari berbagai sudut yang dapat menggambarkan perkembangan sejarah sastra Indonesia. Berikut cara pengkajiannya.
1. Pengkajian Genetik atau Pengaruh Timbal Balik Antarjenis Karya Sastra
2. Pengkajian Intertekstual Karya Individu
3. Pengkajian Resepsi Sastra oleh Pembaca
4. Penelitian Sastra Lisan
5. Pengkajian Sastra Indonesia dan Sastra Nusantara


C. SEJARAH SASTRA DALAM LINGKUP ILMU SASTRA

Ilmu sastra adalah ilmu yang mempelajari sastra dengan berbagai ruang lingkup dan permasalahannya. Di dalamnya terdapat tiga disiplin ilmu sastra, yaitu teori sastra, sejarah sastra, dan kritik sastra. Ketiga disiplin ilmu sastra tersebut, saling terkait, tidak dapat dipisahkan.
Teori sastra dan sejarah sastra. Di dalam teori sastra antara lain dikemukakan bahwa karya sastra bersumber dari fenomena kehidupan masyarakat, karenanya karya sastra pada masa tertentu memuat fenomena kehidupan masyarakat pada masa tertentu pula.
Teori sastra dan kritik sastra. Kritik sastra adalah ilmu sastra yang memberikan masukan kepada penulis maupun pembaca mengenai kekuatan, kelemahan, dan keunggulan karya sastra tertentu. Bagi penulis, kritikus sastra berfungsi sebagai pemberi masukan untuk penyempurnaan karya sastra yang dihasilkannya, untuk kesempurnaan karya sastra yang dihasilkannya: Bagi pembaca, kritikus sastra berfungsi sebagai pemberi penjelasan tentang karya sastra tertentu sehingga karya sastra yang tidak dipahami pembaca menjadi sesuatu yang bermakna.

Bagan segitiga berikut dapat menjelaskan hubungan antara sejarah sastra, teori sastra, dan kritik sastra.

Sejarah Sastra
 



Teori Sastra Kritik Sastra

Ketiga titik yang menghubungkan antarkomponen ilmu sastra merupakan titik yang membangun segi tiga sebagai bangunan ilmu sastra. Artinya, ketiga sisi sastra saling mendukung di dalam pemahaman/ pengkajian ilmu sastra.

Latar Sejarah Bangsa dan
Sastra Indonesia

A. SEJARAH BANGSA INDONESIA YANG MELAHIRKAN RASA PERSATUAN DAN KESATUAN BANGSA

            Kepulauan Nusantara yang terletak di antara dua benua, yaitu benua Asia, dan Australia serta dua samudra, yaitu Samudra Hindia dan Lautan Teduh dihuni oleh beratus-ratus suku bangsa yang masing-masing mempunyai sejarah, kebudayaan, adat istiadat, dan bahasanya sendiri.
Pada pertengahan abad ke-15 ketenangan hidup yang dialami masyarakat Nusantara tersebut mulai terusik. Karena kedatangan bangsa Eropa. Wilayah Nusantara yang indah, luas, kaya dengan rempah-rempah, bahkan dijuluki zamrud khatulistiwa, menjadi incaran dan ajang perburuan serta perebutan kekuasaan di antara bangsa-bangsa di Eropa. Tujuannya, mencari rempah-rempah. Dimulai dari Portugis, selanjutnya datang pula Inggris. Kemudian datang Belanda menjajah Nusantara pada akhir abad ke-16 (1595) hampir tiga setengah abad (347 tahun) sampai tahun 1942.
Perasaaan senasib sepenanggungan karena merasa dijaja di negeri sendiri menimbulkan sikap perlawanan dari berbagai kerajaan di Nusantara dan menentang penjajahan bangsa Eropa, terutama Belanda. Kondisi perlawanan ini memudahkan Belanda untuk melumpuhkan berbagai kerajaan dengan mengadakan politik pecah belah (devide et impera) dan adu domba. Akibatnya, di antara kerajaan-kerajaan timbul saling curiga, saling bermusuhan. Belanda menerapkan cultur stelsel yaitu tanam paksa dan kerja rodi.
Baru pada awal abad ke-20 Belanda memperlunak politiknya dengan mengemukakan poitik etis, yaitu politik balas budi.
Untuk mengantisipasi meluasnya pengaruh politik etis bagi masyarakat yang tidak memahami tujuan Belanda yang sebenarnya, mereka menggalang persatuan dan kesatuan bangsa dengan cara memperjuangkan pemakaian bahasa melayu di sekolah-sekolah Belanda dan juga lembaga-lembaga pemerintahan.
Di luar kalangan pemerintahan, pemakaian bahasa melayu semakin gencar digunakan terutama dengan terbitnya surat-surat akbar dan majalah berbahasa Melayu.

B. BAHASA MELAYU DAN BAHASA INDONESIA SEBAGAI BAHASA PERSATUAN

            Bahasa Melayu yang disepakati sebagai bahasa persatuan dalam mengobarkan semangat perjuangan bangsa oleh para pemuda pejuang bangsa dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, yang kelak bahasa ini menjadi bahasa Nasional, mempunyai sejarah yang cukup panjang. Bahasa ini telah dikenal mulai abad ke-6 (680 M), karena terdapat di berbagai prasasti di wilayah Palembang sekarang ini.
Bahasa Melayu yang dijadikan sebagai bahasa persatuan di Nusantara telah jauh berbeda dengan bahasa melayu yang berkembang di Johor sebagai pusat pemakaian bahasa Melayu Riau sebelumnya.
Dengan pengikraran bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan pada tanggal 28 Oktober 1928 berarti sejak tanggal itu, otomatis istilah bahasa Melayu ebrubah menjadi bahas Indonesia, sebagai bahasa yang digunakan bangsa Nusantara.

C. SASTRA MELAYU DAN SASTRA NUSANTARA

        Kesusastraan Melayu adalah kesusastraan yang menggunakan bahasa Melayu. Pusat kerajaan Melayu yang semula berada di Palembang , berpindah ke Malaka yang didirikan pada tahun 1400 M. Setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis, Raja Malaka Sultan Mahmud, pindah ke Bintan. Pada masa ini, banyak cerita (karya sastra) yang semula dalam bentuk lisan, dituliskan oleh para pujangga mejadi sastra tulisan atas perintah raja. Contoh : Sejarah Melayu, Hikayat si Miskin, Hikayat Malim Dewa, Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Ken Tambuhan, Syair Bidasari, Syair Abdul Muluk.
Lambat laun pusat penulisan sastra Melayu beralih ke Batavia dengan didirikannya Balai Pustaka oleh pemerintah Hindia Belanda. Karya-karya sastra yang dihasilkan oleh penulis Balai Pustaka suda bebeda dengan karya-karya sastra pada masa Melayu Klasik.
Di luar penerbit Balai Pustaka pun terbit banyak karya sastra yang menggunakan bahasa Melayu rendah. Karya-karya ini banyak digemari oleh masyarakat seperti para pedagang, para buruh, dan sebagainya. Semua karya tersebut itu adalah karya sastra Melayu Modern di Nusantara.
Sastra Nusantara adalah sastra daerah Nusantara. Sebagaimana halnya dengan sastra Melayu, setiap daerah Nusantara memiliki kesusastraannya pula yang merupakan asset budaya daerah. Misalnya : di Jawa, kesusastraaan Jawa merupakan kesusastraan yang tertua. Demikian juga halnya dengan sastra Sunda yang juga cukup kaya khasanahnya.
Dengan masuknya pengaruh kebudayaan barat dalam bidang kesusastraan, yaitu masuknya cerita-cerita dalam bentuk novel, sonata, esai, maka kesusastraan daerah pun mengikuti perkembangan penulisan karya sastra. Maka dikenalah adanya, sastra Jawa Baru, sastra Sunda Modern, dan lain-lain.
Sastra Indonesia adalah sastra yang menggunakan bahasa Indonesia. Semenjak diikrarkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan di Nusantara, istilah yang digunakan untuk kelanjutan dari sastra Melayu klasik adalah Sastra Indonesia Modern.
Demikian juga dengan bentuk puisi. Bentuk puisi lama yang bentuknya tetap dan rimanya beraturan, berkembang menjadi bentuk puisi modern pengaruh dari Eropa, sperti bentuk soneta dari Italia. Para pujangga yang menulis puisi soneta adalah Moh. Yamin, Sanusi Pane, Moh. Hatta, Rustam Effendi.

Modul 2
Masa Kelahiran Kesusastraan
Indonesia dan Pembabakannya

Masa Lahirnya Kesusastraan Indonesia
Pandangan para ahli sangat bervariasi. Ada yang melihatnya dari sudut bahasa yang digunakan, ada yang melihatnya dari sudut isi karya yang mengemukakan semangat kebangsaan, dan ada pula yang melihatnya dari sudut keberadaan suatu bangsa sebagai sebuah Negara, dan ada juga yang melihatnya dari sudut para pengarangnya yang orang-orang pribumi. Berikut pandangan mereka tentang penentuan masa kelahiran kesusastraan Indonesia.

A. UMAR YUNUS

          Umar Yunus mengemukakan bahwa kata kesusastraan Indonesia mengandung makna krya sastra yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai sarana penulisannya.
Jika pemakaian bahasa Indonesia sebagai dasar nama kesusastraan Indonesia, maka adanya kesusastraan Indonesia tentunya setelah adanya bahasa Indonesia. Bila adanya bahasa Indonesia? Bukankah secara umum bangsa Indonesia sebelumnya menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa pergaulan mereka?
Dari sejarah Indonesia diketahui bahwa kata bahasa Indonesia baru dicanangkan namanya secara resmi pada tanggal 28 Oktober 1928, ketika dikumandangkan Sumpah Pemuda oleh para cendekiawan bangsa yang tehimpun dari berbagai suku bangsa di Nusantara.


B. AJIP ROSIDI
Ajip Rosidi juga mengemukakan bahwa sebuah karya sastra tidak akan mungkin hadir tanpa bahasa sebagai medianya. Tetapi bahasa itu hidup dalam perjalanan panjang yang tidak mungkin berhenti pada suatu masa dan bahasa itu dilanjutkan oleh bahasa berikutnya.

C. TEEUW

        Sama halnya dengan pendapat Ajip Rosidi, A. Teeuw melihat awal tumbuhnya kesusastraan Indonesia pada masa mulai timbulnya rasa kebangsaan pada puisi-puisi pemuda Indonesia. Mereka, para pemuda yang pada masa itu dilrang menulis yang berhubungan dengan masalah politik, mencari bentuk lain yaitu menulis puisi yang sangat berarti bagi awal tumbuhnya kesusastraan Indonesia.

D. SLAMET MULYANA

          Slamet Mulyana melihat kelahiran kesusastraan Indonesia daru sudut makna kesusastraan yang dimiliki sebuah Negara. Kesusastraan Indonesia adalah kesusastraan yang dimiliki Negara Indonesia sebagaimana Negara lain yang juga memiliki kesusastraannya.


E. PENGAMAT LAINNYA

Beberapa pengamat lainnya tentang lahirnya kesusastraan Indonesia, mengemukakan bahwa lahirnya kesusastraan Indonesia pada waktu terbitnya novel Azab dan Sengsara (1917), Salah Asuhan (1918), serta Sitti Nurbaya (1922) oleh Balai Pustaka pada tahun 20-an.

Masalah Angkatan, Generasi, dan
Periodisasi Sastra Indonesia

A. BEBERAPA PANDANGAN

Istilah angkatan, periode, dan generasi, sebagai istilah yang digunakan untuk merujuk perkembangan kesusastraan Indonesia merupakan masalah yang pernah dibincangkan oleh para ahli sastra.
Masalah penamaan angkatan, periode, dan generasi di dalam kesusastraan Indonesia sudah terdapat sejak Sutan Takdir Alisjahbana dan kawan-kawannya dari lingkungan Pujangga Baru memaklumatkan tentang kehadirannya sebagai pujangga yang berbeda dengan pujangga lama.
Dalam menentukan identitas mereka sebagai Pujangga Baru, mereka menggunakan istilah generasi. Istilah generasi lama mereka gunakan untuk para pujangga lama, dan istilah generasi baru digunakan untuk para pujangga baru.
Istilah angkatan sebagai istilah yang digunakan untuk merujuk tahap perkembangan kesusastraan Indonesia.


B. BERBAGAI PEMBABAKAN SASTRA INDONESIA

Berdasarkan berbagai pandangan tentang bila dimulainya kesusastraan Indonesia, maka terdapat berbagai variasi istilah (penamaan) pembabakan sejarah sastra Indonesia yang dikemukakan para peneliti/penulis sejarah sastra Indonesia di dalam buku-buku pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Para peneliti/penulis dengan penamaan perkembangan kesusastraan Indonesia tersebut, sebagai berikut.
1. Ajip Rosidi
Ajip Rosidi membagi kesusastraan Indonesia atas dua masa perkembangan, yaitu :
a. Masa Kelahiran Sastra Indonesia, antara tahun 1900-1945
b. Masa Perkembangan Sastra Indonesia, mulai 1945 – sekarang

2. Nugroho Notosusanto
Nogroho Notosusanto membagi perkembangan sejarah sastra Indonesia atas dua bagian, yaitu :
a. Kesusastraan Melayu Lama
b. Kesusastraan Indonesia Modern


3. H.B. Jassin
H.B. Jassin membagai pembabakan sejarah kesusastraan Indonesia atas dua bagian, yaitu :
a. Kesusastraan Melayu
b. Kesusastraan Indonesia Modern

4. Zuber Usman
Zuber Usman membagi kesusastraan Indonesia atas tiga bagian, yaitu ;
a. Masa kesusastraan Melayu Lama
b. Masa Kesusastraan Peralihan
c. Masa Kesusastraan Baru

5. Basaria Simorangkir Simanjuntak
Basaria Simorangkir Simanjuntak membagi sejarah perkembangan kesusastraan Indonesia atas :
a. Kesusastraan Masa Purba (sebelum kedatangan agama Hindu)
b. Kesusastraan Masa Hindu, Arab (Kesusastraan masa pengaruh Hindu sampai kedatangan agama Islam)
c. Kesusastraan Masa Islam
d. Kesusastraan Masa Baru

6. J. S. Badudu
J. S. Badudu membagi sejarah perkembangan kesusastraan Indonesia atas dua bagian :
a. kesusastraan Melayu
b. kesusastraan Indonesia

7. Sabarudin Ahmad
Sabarudin Ahmad membagi sejarah perkembangan kesusastraan Indonesia atas dua masa juga, yaitu :
a. Masa Kesusastraan Lama
b. Masa Kesusastraan baru

Istilah yang dikemukakan para ahli sejarah sastra dalam penentuan waktu perkembangan kesusastraan bervariasi, yaitu periode, masa, dan angkatan.
Referensi postingan: http://aquhnena.blogspot.com/2009/09/sejarah-sastra-indonesia.html

No comments:

Post a Comment